Setelah
membaca sebuah buku yang berjudul : " Understanding
Cybercrime : Phenomena, Challenges, and Legal Respon" yang diterbitkan
oleh International Telecommunication Union ( ITU) , maka pada postingan kali
ini saya akan membuat sebuah artikel dengan bersumberkan buku tersebut.
Hubungan Pendekatan International,
Regional dan Nasional terhadap Strategi Anti-Cybercrime
Meningkatnya
jumlah kejahatan cyber yang terjadi dan makin berkembangnya teknik-teknik dan
tools-tools dan produk perangkat lunak
yang dikembangkan mengotomatisasi tindakan cyber ( virus, malware, trojan, dll)
mengindikasikan bahwa perang terhadap kejahatan cyber menjadi elemen penting
bagi penegakan hukum di seluruh dunia, khususnya negara berkembang. Pelaksanaan
dari strategi anti-cybercrime yang efektif menjadi bagian yang sangat penting
bagi keamanan nasional sebuah negara.
Ada
beberapa hal yang penting dalam pelaksanaan strategi anti-cybercrime, antara
lain :
- Undang
- Undang Cybercrime
Undang-undang
merupakan pelindung vital bagi keamanan dan kenyamanan seorang pengguna layanan
internet, karena undang-undang bersifat mengikat dan menyeluruh sehingga dapat
melindungi dan mencegah seseorang menjadi korban dari cybercrime. Undang-undang
cybercrime berisikan kerangka dari strategi anti-cybercrime yang dapat
digunakan untuk masyarakat secara internal dan dapat juga digunakan sebagai
kerangka global untuk dialog dan kerjasama internasional terhadap tantangan
didalam keamanan cyber. Ada 3 kerangka
pokok yang menjadi pembahasan dalam
perumusan sebuah agenda keamanan cyber global , antara lain :
·
Pengimplementasian strategi yang telah
ada
·
Perbedaan peraturan regional
·
Relevansi dari isu kejahatan cyber
dengan pilar dari keamanan cyber
- Kebijakan
Cybercrime sebagai langkah awal
Mengembangkan
undang-undang untuk mengkriminalisasi perilaku tertentu atau memperkenalkan instrumen
penyelidikan haruslah diawali dengan memperkenalkan sebuah kebijakan terlebih
dahulu. Tidak seperti undang-undang yang meliputi semua pihak dan kalangan,
peran kebijakan lebih lebih menentukan respon masyarakat terhadap peraturan
pemerintah terhadap masalah yang lebih khusus dan tidak terbatas hanya pada
undang-undang saja. Peran sebuah kebijakan meliputi hal-hal seperti tanggung
jawab pemerintah, pengklasifikasian terhadap tanggung jawab tersebut, penentuan
fungsionalitas dari instansi, pengidentifikasian dari peraturan nasional
ataupun global, penentuan tujuan utama dari undang-undang, penentuan kerangka
kerja dari sebuah perubahan ataupun penghapusan sebuah amandemen, dan penyusunan
upaya pencegahan terhadap kejahatan cyber.
- Peraturan
Regulasi dalam memerangi kejahatan cyber
Ada
beberapa peraturan regulasi dalam memerangi kejahatan cyber selama ini, antara
lain
o
Regulasi dari Telekomunikasi menjadi
regulasi ICT
Tugas
dan tanggung jawab baru dari regulator ICT dalam memerangi cybercrime dapat
dilihat sebagai bagian dari tren yang lebih luas terhadap konversi dari model
peraturan cybercrime yang selama ini terpusat menjadi struktur yang lebih fleksibel.
Di beberapa negara, regulator ICT telah dieksplorasi sehingga tidak hanya
mempunyai tugas sebagai pengawas dari masalah persaingan dan otorisasi dalam
industri telekomunikasi saja , menjadi lebih kepada perlindugan konsumen,
pengembangan industri, cybersafety, partisipasi dalam pembuatan kebijakan
cybercrime dan implementasinya
o
Model perpanjangan pertanggung jawaban
regulasiAda dua model yang berbeda untuk menetapkan mandat regulator dalam
memerangi cybercrime, yaitu: menafsirkan secara luas mandat yang ada, atau
menciptakan mandat baru.
o
Tindakan Hukum
Ada
5 pilar dari Agenda keamanan cyber global, antara lain : hukum pidana
substantif, hukum acara pidana, bukti elektronik, kerjasama internasional, dan
kewajiban dari penyedia layanan
o
Langkah-langkah Prosedur dan Teknis
Investigasi-Cybercrime
memiliki komponen teknis yang kuat. Selain itu, persyaratan untuk menjaga
integritas bukti selama penyelidikan mengharuskan untuk melakukan prosedur yang
tepat. Pengembangan kualitas teknik dan prosedur adalah kebutuhan yang
diperlukan dalam memerangi cybercrime. Masalah lainnya adalah pengembangan
sistem perlindungan teknis. Sistem komputer yang dilindungi akan lebih sulit
untuk diserang. Meningkatkan perlindungan teknis dengan menerapkan standar
keamanan adalah langkah yang paling tepat untuk dilakukan. Tindakan
perlindungan teknis harus mencakup semua elemen dari infrastruktur teknis -
infrastruktur jaringan inti, hingga individual komputer personal yang terhubung
di seluruh dunia. Dua kelompok sasaran potensial dapat diidentifikasi untuk melindungi
pengguna internet dan bisnis yaitu : pengguna dan bisnis (pendekatan langsung)
serta penyedia layanan dan perusahaan perangkat lunak.
Lalu
bagaimana hubungan antara pendekatan peraturan internasional, regional dan
nasional dalam memerangi kejahatan cyber ?
Pendekatan
Internasional
Sejumlah
organisasi internasional bekerja terus-menerus untuk menganalisis perkembangan
terbaru dalam cybercrime dan telah menyiapkan kelompok kerja untuk
mengembangkan strategi untuk melawan kejahatan ini. Adapun organisasi tersebut
yaitu G8 (Group of Eight), United Nations and United Nations Office on Drugs
and Crimes, International Telecommunication Union yang kesemua dari organisasi
tersebut menyoroti permasalahan cybercrime.
Namun
organisasi yang secara khusus mengatur peraturan mengenai standarisasi dan
perkembangan dari isu telekomunikasi dan keamanan jaringan adalah International
Telecommunication Union ( ITU), terbukti dengan adanya beberapa regulasi yang
mereka tetapkan seperti : Global Cybersecurity Agenda, peningkatan kapasitas
dan mengadopsi resolusi yang relevan bagi kejahatan cyber.
Pendekatan Regional
Selain
organisasi-organisasi internasional yang aktif secara global, ada juga
organisasi yang bersifat regional ( terfokus pada daerah atau wilayah tertentu
) yang concern terhadap kegiatan yang berhubungan dengan isu-isu yang berkaitan
dengan kejahatan cyber. Adapun organisasi regional tersebut adalah : Council of
Europe, European Union, Organisation for
Economic Co-operation and Development, Asia-Pacific Economic Cooperation, The
Commonwealth, African Union , Arab League and Gulf Cooperation Council, Organization
of American States, Caribbean , dan Pacific. Organisasi ini memandatkan
beberapa peraturan yang berhubungan dengan kejahatan cyber yang berkaitan
dengan fungsi utama dari organisasi tersebut. Misalnya adalah organisasi
Commonwealth, pada tahun 2011 membuat sebuah peraturan "The Commonwealth
Cybercrime Initiative" yang bertujuan untuk membantu negara-negara persemakmuran
dalam membangun kelembagaan, sdm dan teknis sehubungan dengan kebijakan,
undang-undang, peraturan, penyidikan dan penegakan hukum untuk memungkinkan
semua negara-negara persemakmuran untuk secara efektif bekerja sama dalam
memerangi global cybercrime.
Pendekatan Ilmiah dan
Independen
Adapun
2 pendekatan Ilmiah dan Independen yang diterapkan dalam strategi
anti-kejahatan cyber adalah :
- Konvensi
Internasional Standford Draft
Sebuah
contoh yang terkenal dari pendekatan ilmiah untuk mengembangkan kerangka hukum
untuk menangani cybercrime di tingkat global adalah Konvensi Internasional
Standford Draft (Stanford Draft). Stanford Draft dikembangkan sebagai tindak
lanjut konferensi yang diselenggarakan oleh Stanford University di Amerika
Serikat pada tahun 1999. Standford Draft memiliki kesamaan dengan regulasi yang
dikeluarkan oleh dewan konvensi Eropa yaitu pada aspek hukum pidana substantif, prosedural hukum dan
kerjasama internasional. Perbedaan yang paling penting adalah fakta bahwa
pelanggaran dan instrumen prosedural yang dikembangkan oleh Draft Stanford
hanya berlaku sehubungan dengan serangan terhadap infrastruktur informasi dan
serangan teroris, sedangkan instrumen yang terkait dengan hukum acara dan
kerjasama internasional yang disebutkan dalam Dewan Konvensi Eropa tentang
Cybercrime juga dapat diterapkan berkaitan dengan pelanggaran tradisional.
- Global
Protokol Cybersecurity dan Cybercrime
Pada
saat adanya Forum Internet Governance berlangsung di Mesir pada tahun 2009,
Scholberg dan Ghernaouti-Helie menyajikan proposal untuk Protokol Global Keamanan
cyber dan Kejahatan cyber. Pasal 1-5 berhubungan dengan cybercrime dan merekomendasikan
pelaksanaan substantif ketentuan hukum pidana, ketentuan hukum acara, tindakan
terhadap penyalahgunaan teroris Internet, langkah-langkah untuk kerjasama dan
pertukaran global informasi dan langkah-langkah pada privasi dan hak asasi
manusia.
Hubungan antara
pendekatan legislatif regional dan internasional
Keberhasilan
standar tunggal berkaitan dengan protokol teknis mengarah ke pertanyaan tentang
bagaimana konflik antara pendekatan internasional yang berbeda dapat
dihindari. Dewan Konvensi Eropa tentang Cybercrime dan UU Model
Commonwealth pada cybercrime adalah kerangka kerja yang memiliki pendekatan
yang paling komprehensif, karena meliputi hukum pidana substantif, hukum acara
dan kerja sama internasional. Namun ruang lingkup dari kedua instrumen tersebut
terbatas. Hal ini menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan hubungan antara pendekatan
regional dengan pendekatan internasional. Ada tiga skenario yang mungkin. Jika
pendekatan hukum baru mendefinisikan standar yang tidak sesuai dengan konsisten
yang ada pendekatan pada tingkat regional dan nasional, ini akan memiliki efek
negatif pada proses harmonisasi hukum international. Perbedaan regulasi dari
sebuah persatuan regional akan memberikan efek terhadap diterima atau tidaknya
sebuah standar internasional.
Hubungan antara
pendekatan legislatif internasional dan nasional
Seperti
yang ditunjukkan sebelumnya, cybercrime adalah kejahatan yang benar-benar
transnasional. Dengan memperhatikan fakta bahwa pelanggar dapat, secara umum,
menargetkan pengguna di negara manapun di dunia, kerjasama internasional
penegakan hukum lembaga merupakan persyaratan penting untuk penyelidikan
cybercrime internasional. Investigasi memerlukan sarana kerjasama dan
tergantung pada harmonisasi hukum. Selain itu, perlu untuk menyelaraskan instrumen
penyelidikan, dalam rangka untuk memastikan bahwa semua negara yang terlibat
dalam penyelidikan internasional memiliki instrumen investigasi yang diperlukan
di tempat untuk melakukan penyelidikan. Sehingga kerjasama efektif dari lembaga
penegak hukum memerlukan prosedur yang tepat pada aspek praktisnya.
Meskipun
pentingnya diakui secara luas harmonisasi, proses pelaksanaan standar hukum internasional masih jauh dari selesai. Salah
satu alasan mengapa pendekatan nasional memainkan peran penting dalam memerangi
cybercrime adalah bahwa dampak dari kejahatan tidak sama di mana-mana. Salah
satu contoh adalah pendekatan yang diambil untuk memerangi spam. Masalah ini
dianalisis dalam laporan OECD. Karena langka dan sumber daya yang lebih
mahal, spam ternyata menjadi masalah yang jauh lebih serius di negara
berkembang daripada di negara-negara barat.
Pendekatan
nasional menghadapi sejumlah masalah. Dalam kaitan dengan kejahatan tradisional,
peraturan oleh salah satu negara, atau beberapa negara, untuk mengkriminalisasi
perilaku tertentu dapat mempengaruhi kemampuan pelaku untuk bertindak di
negara-negara lainnta. Namun, ketika hal tersebut terjadi pada pelanggaran yang
berhubungan dengan internet, peraturan tersebut memberikan efek yang kecil
karena pelaku kejahatan dapat bertindak dari tempat lain hanya dengan koneksi
ke jaringan. Jika mereka bertindak dari negara yang tidak
mengkriminalisasi perilaku tertentu, penyelidikan internasional serta
permintaan ekstradisi tidak dapat dilakukan. Hal ini lah yang menjadi tujuan
utama dari pendekatan hukum internasional yaitu untuk mencegah penciptaan safe
havens dengan cara menyediakan dan menerapkan standar peraturan secara global.
Referensi
Union, International Telecommunication. (2012). Understanding Cyber Crime : Phenomena, Challenges
And Legal Response. Telecommunication Development Sector.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar