Laman

Jumat, 15 Januari 2016

Hubungan Pendekatan International, Regional dan Nasional terhadap Strategi Anti-Cybercrime

Setelah membaca sebuah buku yang berjudul : " Understanding Cybercrime : Phenomena, Challenges, and Legal Respon" yang diterbitkan oleh International Telecommunication Union ( ITU) , maka pada postingan kali ini saya akan membuat sebuah artikel dengan bersumberkan buku tersebut.

Hubungan Pendekatan International, Regional dan Nasional terhadap Strategi Anti-Cybercrime

Meningkatnya jumlah kejahatan cyber yang terjadi dan makin berkembangnya teknik-teknik dan tools-tools  dan produk perangkat lunak yang dikembangkan mengotomatisasi tindakan cyber ( virus, malware, trojan, dll) mengindikasikan bahwa perang terhadap kejahatan cyber menjadi elemen penting bagi penegakan hukum di seluruh dunia, khususnya negara berkembang. Pelaksanaan dari strategi anti-cybercrime yang efektif menjadi bagian yang sangat penting bagi keamanan nasional sebuah negara.
Ada beberapa hal yang penting dalam pelaksanaan strategi anti-cybercrime, antara lain :
  1. Undang - Undang Cybercrime
Undang-undang merupakan pelindung vital bagi keamanan dan kenyamanan seorang pengguna layanan internet, karena undang-undang bersifat mengikat dan menyeluruh sehingga dapat melindungi dan mencegah seseorang menjadi korban dari cybercrime. Undang-undang cybercrime berisikan kerangka dari strategi anti-cybercrime yang dapat digunakan untuk masyarakat secara internal dan dapat juga digunakan sebagai kerangka global untuk dialog dan kerjasama internasional terhadap tantangan didalam keamanan cyber.  Ada 3 kerangka pokok yang  menjadi pembahasan dalam perumusan sebuah agenda keamanan cyber global , antara lain :
·         Pengimplementasian strategi yang telah ada
·         Perbedaan peraturan regional
·         Relevansi dari isu kejahatan cyber dengan pilar dari keamanan cyber
  1. Kebijakan Cybercrime sebagai langkah awal
Mengembangkan undang-undang untuk mengkriminalisasi perilaku tertentu atau memperkenalkan instrumen penyelidikan haruslah diawali dengan memperkenalkan sebuah kebijakan terlebih dahulu. Tidak seperti undang-undang yang meliputi semua pihak dan kalangan, peran kebijakan lebih lebih menentukan respon masyarakat terhadap peraturan pemerintah terhadap masalah yang lebih khusus dan tidak terbatas hanya pada undang-undang saja. Peran sebuah kebijakan meliputi hal-hal seperti tanggung jawab pemerintah, pengklasifikasian terhadap tanggung jawab tersebut, penentuan fungsionalitas dari instansi, pengidentifikasian dari peraturan nasional ataupun global, penentuan tujuan utama dari undang-undang, penentuan kerangka kerja dari sebuah perubahan ataupun penghapusan sebuah amandemen, dan penyusunan upaya pencegahan terhadap kejahatan cyber.
  1. Peraturan Regulasi dalam memerangi kejahatan cyber
Ada beberapa peraturan regulasi dalam memerangi kejahatan cyber selama ini, antara lain
o   Regulasi dari Telekomunikasi menjadi regulasi ICT
Tugas dan tanggung jawab baru dari regulator ICT dalam memerangi cybercrime dapat dilihat sebagai bagian dari tren yang lebih luas terhadap konversi dari model peraturan cybercrime yang selama ini terpusat menjadi struktur yang lebih fleksibel. Di beberapa negara, regulator ICT telah dieksplorasi sehingga tidak hanya mempunyai tugas sebagai pengawas dari masalah persaingan dan otorisasi dalam industri telekomunikasi saja , menjadi lebih kepada perlindugan konsumen, pengembangan industri, cybersafety, partisipasi dalam pembuatan kebijakan cybercrime dan implementasinya
o   Model perpanjangan pertanggung jawaban regulasiAda dua model yang berbeda untuk menetapkan mandat regulator dalam memerangi cybercrime, yaitu: menafsirkan secara luas mandat yang ada, atau menciptakan mandat baru.
o   Tindakan Hukum
Ada 5 pilar dari Agenda keamanan cyber global, antara lain : hukum pidana substantif, hukum acara pidana, bukti elektronik, kerjasama internasional, dan kewajiban dari penyedia layanan
o   Langkah-langkah Prosedur dan Teknis
Investigasi-Cybercrime memiliki komponen teknis yang kuat. Selain itu, persyaratan untuk menjaga integritas bukti selama penyelidikan mengharuskan untuk melakukan prosedur yang tepat. Pengembangan kualitas teknik dan prosedur adalah kebutuhan yang diperlukan dalam memerangi cybercrime. Masalah lainnya adalah pengembangan sistem perlindungan teknis. Sistem komputer yang dilindungi akan lebih sulit untuk diserang. Meningkatkan perlindungan teknis dengan menerapkan standar keamanan adalah langkah yang paling tepat untuk dilakukan. Tindakan perlindungan teknis harus mencakup semua elemen dari infrastruktur teknis - infrastruktur jaringan inti, hingga individual komputer personal yang terhubung di seluruh dunia. Dua kelompok sasaran potensial dapat diidentifikasi untuk melindungi pengguna internet dan bisnis yaitu : pengguna dan bisnis (pendekatan langsung) serta penyedia layanan dan perusahaan perangkat lunak.
Lalu bagaimana hubungan antara pendekatan peraturan internasional, regional dan nasional dalam memerangi kejahatan cyber ?

Pendekatan Internasional
Sejumlah organisasi internasional bekerja terus-menerus untuk menganalisis perkembangan terbaru dalam cybercrime dan telah menyiapkan kelompok kerja untuk mengembangkan strategi untuk melawan kejahatan ini. Adapun organisasi tersebut yaitu G8 (Group of Eight), United Nations and United Nations Office on Drugs and Crimes, International Telecommunication Union yang kesemua dari organisasi tersebut menyoroti permasalahan cybercrime.
Namun organisasi yang secara khusus mengatur peraturan mengenai standarisasi dan perkembangan dari isu telekomunikasi dan keamanan jaringan adalah International Telecommunication Union ( ITU), terbukti dengan adanya beberapa regulasi yang mereka tetapkan seperti : Global Cybersecurity Agenda, peningkatan kapasitas dan mengadopsi resolusi yang relevan bagi kejahatan cyber.

Pendekatan Regional
Selain organisasi-organisasi internasional yang aktif secara global, ada juga organisasi yang bersifat regional ( terfokus pada daerah atau wilayah tertentu ) yang concern terhadap kegiatan yang berhubungan dengan isu-isu yang berkaitan dengan kejahatan cyber. Adapun organisasi regional tersebut adalah : Council of Europe,  European Union, Organisation for Economic Co-operation and Development, Asia-Pacific Economic Cooperation, The Commonwealth, African Union , Arab League and Gulf Cooperation Council, Organization of American States, Caribbean , dan Pacific. Organisasi ini memandatkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kejahatan cyber yang berkaitan dengan fungsi utama dari organisasi tersebut. Misalnya adalah organisasi Commonwealth, pada tahun 2011 membuat sebuah peraturan "The Commonwealth Cybercrime Initiative" yang bertujuan untuk membantu negara-negara persemakmuran dalam membangun kelembagaan, sdm dan teknis sehubungan dengan kebijakan, undang-undang, peraturan, penyidikan dan penegakan hukum untuk memungkinkan semua negara-negara persemakmuran untuk secara efektif bekerja sama dalam memerangi global cybercrime.

Pendekatan Ilmiah dan Independen
Adapun 2 pendekatan Ilmiah dan Independen yang diterapkan dalam strategi anti-kejahatan cyber adalah :
    1. Konvensi Internasional Standford Draft
Sebuah contoh yang terkenal dari pendekatan ilmiah untuk mengembangkan kerangka hukum untuk menangani cybercrime di tingkat global adalah Konvensi Internasional Standford Draft (Stanford Draft). Stanford Draft dikembangkan sebagai tindak lanjut konferensi yang diselenggarakan oleh Stanford University di Amerika Serikat pada tahun 1999. Standford Draft memiliki kesamaan dengan regulasi yang dikeluarkan oleh dewan konvensi Eropa yaitu pada aspek  hukum pidana substantif, prosedural hukum dan kerjasama internasional. Perbedaan yang paling penting adalah fakta bahwa pelanggaran dan instrumen prosedural yang dikembangkan oleh Draft Stanford hanya berlaku sehubungan dengan serangan terhadap infrastruktur informasi dan serangan teroris, sedangkan instrumen yang terkait dengan hukum acara dan kerjasama internasional yang disebutkan dalam Dewan Konvensi Eropa tentang Cybercrime juga dapat diterapkan berkaitan dengan pelanggaran tradisional.
    1. Global Protokol Cybersecurity dan Cybercrime
Pada saat adanya Forum Internet Governance berlangsung di Mesir pada tahun 2009, Scholberg dan Ghernaouti-Helie menyajikan proposal untuk Protokol Global Keamanan cyber dan Kejahatan cyber. Pasal 1-5 berhubungan dengan cybercrime dan merekomendasikan pelaksanaan substantif ketentuan hukum pidana, ketentuan hukum acara, tindakan terhadap penyalahgunaan teroris Internet, langkah-langkah untuk kerjasama dan pertukaran global informasi dan langkah-langkah pada privasi dan hak asasi manusia.

Hubungan antara pendekatan legislatif regional dan internasional
Keberhasilan standar tunggal berkaitan dengan protokol teknis mengarah ke pertanyaan tentang bagaimana konflik antara pendekatan internasional yang berbeda dapat dihindari. Dewan Konvensi Eropa tentang Cybercrime dan UU Model Commonwealth pada cybercrime adalah kerangka kerja yang memiliki pendekatan yang paling komprehensif, karena meliputi hukum pidana substantif, hukum acara dan kerja sama internasional. Namun ruang lingkup dari kedua instrumen tersebut terbatas. Hal ini menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan hubungan antara pendekatan regional dengan pendekatan internasional. Ada tiga skenario yang mungkin. Jika pendekatan hukum baru mendefinisikan standar yang tidak sesuai dengan konsisten yang ada pendekatan pada tingkat regional dan nasional, ini akan memiliki efek negatif pada proses harmonisasi hukum international. Perbedaan regulasi dari sebuah persatuan regional akan memberikan efek terhadap diterima atau tidaknya sebuah standar internasional.

Hubungan antara pendekatan legislatif internasional dan nasional
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, cybercrime adalah kejahatan yang benar-benar transnasional. Dengan memperhatikan fakta bahwa pelanggar dapat, secara umum, menargetkan pengguna di negara manapun di dunia, kerjasama internasional penegakan hukum lembaga merupakan persyaratan penting untuk penyelidikan cybercrime internasional. Investigasi memerlukan sarana kerjasama dan tergantung pada harmonisasi hukum. Selain itu, perlu untuk menyelaraskan instrumen penyelidikan, dalam rangka untuk memastikan bahwa semua negara yang terlibat dalam penyelidikan internasional memiliki instrumen investigasi yang diperlukan di tempat untuk melakukan penyelidikan. Sehingga kerjasama efektif dari lembaga penegak hukum memerlukan prosedur yang tepat pada aspek praktisnya.
Meskipun pentingnya diakui secara luas harmonisasi, proses pelaksanaan standar hukum  internasional masih jauh dari selesai. Salah satu alasan mengapa pendekatan nasional memainkan peran penting dalam memerangi cybercrime adalah bahwa dampak dari kejahatan tidak sama di mana-mana. Salah satu contoh adalah pendekatan yang diambil untuk memerangi spam. Masalah ini dianalisis dalam laporan OECD. Karena langka dan sumber daya yang lebih mahal, spam ternyata menjadi masalah yang jauh lebih serius di negara berkembang daripada di negara-negara barat.
Pendekatan nasional menghadapi sejumlah masalah. Dalam kaitan dengan kejahatan tradisional, peraturan oleh salah satu negara, atau beberapa negara, untuk mengkriminalisasi perilaku tertentu dapat mempengaruhi kemampuan pelaku untuk bertindak di negara-negara lainnta. Namun, ketika hal tersebut terjadi pada pelanggaran yang berhubungan dengan internet, peraturan tersebut memberikan efek yang kecil karena pelaku kejahatan dapat bertindak dari tempat lain hanya dengan koneksi ke jaringan. Jika mereka bertindak dari negara yang tidak mengkriminalisasi perilaku tertentu, penyelidikan internasional serta permintaan ekstradisi tidak dapat dilakukan. Hal ini lah yang menjadi tujuan utama dari pendekatan hukum internasional yaitu untuk mencegah penciptaan safe havens dengan cara menyediakan dan menerapkan standar peraturan secara global.

Referensi

Union, International Telecommunication. (2012). Understanding Cyber Crime : Phenomena, Challenges And Legal Response. Telecommunication Development Sector.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar