Pada
postingan kita masih akan melanjutkan pembahasan tentang model investigasi
forensik digital. Pembahasan pembahasan terdahulu mengenai model forensik
digital dapat diakses disini : SDFIM , GCFIM , dan OFIM
Model
investigasi yang akan kita bahas kali ini adalah Standardized Digital Forensik Investigation yang diusulkan oleh Valjarevic, Venter, & Ingles melalui publikasi
jurnal pada tahun 2014 dengan judul "Towards a Prototype for Guidance and
Implementation of a Standardized Digital Forensic Investigation
Process".
Pada
paper ini penulis mengembangkan sebuah model investigasi yang dapat dijadikan
standar bagi proses investigasi forensik digital dengan dua tujuan , yang
pertama agar dapat digunakan sebagai
guidelines / panduan para ahli forensik digital dan yang kedua adalah untuk
memungkinkan adanya akses terhadap semua tindakan investigasi yang dibutuhkan
untuk menciptakan sebuah proses investigasi yang terintegrasi, harmonis dan
efesien.
Paper
ini juga merupakan kelanjutan dari projek pengembangan sistem yang telah dibuat
oleh penulis sebelumnya, yaitu model comprehensive and harmonized digital
investigation process dengan adanya pembuatan prototype sebuah sistem
investigasi dengan adanya penambahan terhadap logging module.
Dalam
model terbaru ini , penulis mengklasifikasikan tahapan investigasi menjadi 4
tahapan utama yang dapat kita lihat melalui gambar skema dibawah ini :
Penjelasan
dari setiap tahapan nya adalah sebagai berikut :
- Readiness
Processes
Merupakan
tahapan awal dalam proses investigasi. Tahapan ini berkaitan dengan proses
kesiapan penyelidik digital forensik untuk terjun ke lapangan mulai dari
mengidentifikasi potensi sumber barang bukti, membuat rencana awal untuk
investigasi kedepannya.
- Initialization
Processes.
Tahapan
ini mencakup Incident Detection, First Response, perencanaan dan persiapan
penyelidikan. Tahapan ini sangat penting karena jika ada kesalahan dalam
tahapan ini, maka integritas barang bukti digital yang akan dianalisis menjadi
diragukan.
- Acquisitive
Processes.
Tahapan
ini berkaitan dengan proses secara langsung dalam tempat kejadian perkara. Pada
tahapan ini juga akan dilakukan akusisi dari bukti digital yang ditemukan.
Validitas dan relevansi bukti digital berkaitan erat dengan tahapan ini. Selain
akusisi barang bukti digital, tahapan ini juga termasuk penyitaan barang bukti,
pengiriman barang bukti, dan penyimpanan barang bukti.
- Investigative
Processes.
Pada
tahapan ini barang bukti digital tadi mulai dilakukan pemeriksaan dan analisis
untuk mencari keterlibatannya dengan kejahatan yang terjadi. Setelah
pemeriksaan dan analisis selesai, maka dibuat laporan hasil analisis untuk
kemudian dipresentasikan.
Selanjutnya
adalah pembuatan prototype yang dapat digunakan sebagai panduan dari model
standardized digital forensic investigation process. Prototype merupakan form /
kerangka dari sebuah software aplikasi forensik digital yang nantinya akan
dibangun oleh peneliti. Dibawah ini merupakan gambar dari model standardized
digital forensic investigation process.
Gambar diatas menunjukkan proses keseluruhan dari model
standarisasi yang penulis usulkan. Model diatas yang digunakan penulis untuk
membangun sebuah prototipe/software yang nanti nya akan mampu membantu kinerja
dari sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas , kelayakan dan reliable terhadap
hasil investigasi, software ini juga dirancang untuk dapat memberikan laporan
dari hasil analisa yang secara otomatis akan ter-generate. Aplikasi ini juga
dirancang dengan enkripsi sehingga dapat memastikan keamanan dan integritas
dari sebuah bukti digital. Ada 3 layout kehandalan dari sistem yang dirancang
penulis, yaitu :
- System
Architecture
Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arsitektur dari
sistem yang akan dibangun, arsitektur tersebut terfokus kepada teknologi dari
komponen yang digunakan untuk membangun prototipe ( software) tersebut. Kehandalannya adalah dengan menggunakan
database MySQL , dengan platform berbasis web , penggunaan bahasa pemograman
PHP dengan framework MVC ( Model-View-Controler), adanya pengaturan terhadap
user management, tersedianya report generator, dan juga arsitektur komponen
komunikasi.
- Component
Pada bagian ini , terdapat bermacam-macam module yang
menunjang seluruh kinerja investigator, adapun modul-modul nya antara lain ,
·
Guidance module untuk
memandu user dalam menggunakan aplikasi
·
Process Implementation
and Logging module adalah module yang memungkin user untuk melakukan upload
dokumen dan dienkripsi
·
Encryption module yang
memungkin setiap file dokumen yang diupload akan terenkripsi
·
Digital signature for
action and information module yang memungkinkan adanya penggunaan digital
signing private key bagi setiap user yang memiliki hak akses
·
User Management and
Access Control Module yang dapat digunakan untuk mengatur hak akses dan
autentifikasi setiap user, serta
·
Reporting module yang
dapat memberikan laporan untuk setiap tindakan yang dilakukan user terhadap
barang bukti.
- Information
security
Sistem ini menggunakan teknik enkripsi bagi file-file user
dan data dengan menggunakan algoritma AES256 ( Advanced Encryption Standard
256) , yang juga diterapkan pada fitur tanda tangan digital untuk menjaga
integritas dan kelayakan data. Setiap koneksi akan di enkripsi dengan
menggunakan HTTPS SSL 3 dan versi-versi lain dari protokol TLS tergantung
dengan suport dari browser yang digunakan oleh user.
Kesimpulannya
adalah dengan adanya model standardized digital forensic Investigation yang
berhasil diterapkan untuk membangun prototype maka validitas, integritas dan
kelayakan dari sebuah barang bukti digital tidak akan lagi dipertanyakan ,
selain itu protoype ini memberikan 2 keuntungan yaitu untuk menjadi panduan
bagi dari para praktisi forensik dan juga dapat memberikan informasi terhadap
setiap tindakan yang dilakukan oleh para investigator terhadap barang bukti
digital.
Demikian
pembahasan dari saya . Semoga menambah wawasan kita semua. Salam forensika
digital :)
Referensi
:
Valjarevic, A., Venter, H. S., & Ingles, M.
(2014). Towards a Prototype for Guidence and Implementation of a Standardized
Digital Forensic Investigation Process. In Information Security for South
Africa (ISSA) (pp. 1–8). Johannesburg: IEEE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar